Pos

Ra Moh. Imdad Robbani: Internalisasi Nilai-nilai Warisan Menjadi Santri Seutuhnya

nuruljadid.net – Lora Moh. Imdad Robbani sebagai inspektur upacara Hari Santri Nasional (HSN) ke-6 tahun 2021 di Pondok Pesantren Nurul Jadid (22/10/2021) menyampaikan poin penting tentang menjadi santri seutuhnya dengan internalisasi nilai-nilai yang diwariskan oleh kiai dan santri pejuang kemerdekaan terdahulu.

Mengawali amanat upacara beliau mengungkapkan rasa syukur karena dapat mengikuti upacara memperingati resolusi jihad kaum sarungan di masa lalu yang diprakarsai oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari yang kemudian berlanjut sampai pada puncaknya yaitu peristiwa 10 November ditandai sebagai hari Pahlawan.

Dari kisah ini sebenarnya menceritakan suatu hal pada kita bahwa untuk menjadi pahlawan kita harus terlebih dahulu menjadi santri dan belajar, untuk menjadi orang yang bersedia berkorban untuk orang lain, kita harus terlebih dahulu belajar mencari ilmu.

Ra Amak (panggilan akrab Lora Moh. Imdad Robbani) juga menambahkan bahwa pahlawan itu adalah orang yang tidak memikirkan dirinya sendiri sebagaimana kita semua telah diingatkan oleh pendiri KH. Zaini Mun’im, bahwa “saya tidak ridho kalau ada santri saya yang hanya memikirkan urusan dirinya sendiri, tidak ridho kalau tidak berjuang di tengah-tengah masyarakat” dan itu adalah definisi pahlawan.

Santri Nurul Jadid harus bersedia belajar ketika sedang di pondok, belajar untuk mengalahkan kepentingan pribadinya untuk kepentingan yang lebih besar. Karena tanpa usaha untuk mengalahkan hawa nafsu, maka tidak akan pernah ada kemerdekaan negara kita ini dan tidak akan pernah terlahir pahlawan. Tidak ada ceritanya pahlawan yang memikirkan diri sendiri, sampai bersedia berkorban harta bahkan nyawa untuk kemerdekaan.

Menjadi pahlawan bukan berarti harus menonjolkan diri bahkan kita sudah diingatkan oleh Pengasuh Kedua KH. Hasyim Zaini “Jadilah orang berguna tapi jangan menonjolkan diri.” Itu salah satu ciri penting Santri Pondok Pesantren Nurul Jadid yaitu tidak ada keinginan untuk menonjolkan diri, walaupun ketika oleh Allah SWT ditakdirkan untuk menjadi orang yang menonjol namun bukan atas dasar keinginan pribadi. Tidak menonjolkan diri bukan berarti tidak melakukan yang terbaik, namun lebih kepada makna tetap tawadu’ atau rendah hati serta tidak memaksakan diri untuk selalu tampil dan terlihat orang ketika melakukan kebaikan.

Dalam amanatnya, Ra Amak juga dawuh dalam memperingati hari santri ini atau resolusi jihad yang dicanangkan oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari perlu kita konversi. Resolusi jihad pada masa Fathul Qashar adalah kewajiban fardhu ain untuk berjuang datang ke Surabaya berperang mempertaruhkan nyawa demi membela negeri ini. Saat ini, jihad kita adalah jihad belajar dalam pengertian seluas-luasnya.

Mengikuti upacara bendera merupakan bentuk jihad sederhana yang dapat kita lakukan saat ini selain juga sebuah proses pendidikan dan pembelajaran. Karena dalam upacara ini kita melakukan hal-hal, yang dalam kondisi normal, tidak kita sukai. Kita harus bersabar berjemur dan berpanas-panasan sampai upacara selesai. Dari sini, kita belajar menghilangkan ego yang merupakan bagian dari riyadhoh untuk tidak mengeluh, sebagaimana riyadhoh adalah ciri khas santri.

Merayakan hari santri, bukan hanya sebagai hari yang gebyar dan hura-hura, tapi lebih untuk menginternalisasi nilai-nilai yang diwariskan oleh para guru-guru dan para santri zaman dahulu, sehingga kita bisa menjadi santri seutuhnya, santri yang di dalamnya sudah terinternalisasi Trilogi dan Panca Kesadaran Santri.

Di akhir amanat beliau, Ra Amak mengingatkan jangan sampai kita hanya merayakan hari santri tapi kemudian tidak perhatian pada Furudhul Ainiyah, Tarqil Al-Kabair dan Husnul Adab ma’a Allah wa ma’a Al Khalqi. Beliau juga mengajak kita semua menjadikan momentum tahunan ini untuk  meningkatkan ghirrah kesantrian kita yaitu dengan mempraktikkan nilai yang terkandung dalam Trilogi dan Panca Kesadaran Santri.

(Humas Infokom)

KH. Najiburrahman Wahid: Tugas Santri Ada Dua, Memperdalam Ilmu Agama dan Memberi Peringatan

nuruljadid.net – “Konon ada kategori pengurus kader dan pengurus tetap. Pengurus tetap itu yang menetap disini (red : pp. nurul jadid) yang aslinya bukan dari sini kemudian menjadi muhajirin. Jadi nurul jadid ini dulu kan memang makam besar. Kiai Zaini saja pendatang kemudian di susul oleh pendatang yang lain bedanya mungkin hanya pendatang yang lama dan pendatang yang baru bahwa bedanya pendatang dengan pribumi. Terkait dengan pendatang tempat asal kita adalah akhirat di surga nenek moyang kita nabi adam dan kita akan kembali ke akhirat lagi kita hanya mampir sebentar,”.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Kepala Pesantren I, KH. Najiburrahaman Wahid saat mengisi tausiah dalam acara sosialisasi elektronifikasi perizinan santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo yang bertempat di Aula I PP. Nurul Jadid pada Senin Malam, (13/01/2020).

Kiai Najib, (sapaan akrab KH. Najiburrahman Wahid) menjelaskan tentang 2 tugas santri, yakni : memperdalam ilmu agama dan memberi peringatan jika ada santri setelah selesai pendidikan tapi tidak pulang dan diperdayakan ke pesantren. “Tugas santri itu ada dua macam memperdalam ilmu agama dan untuk memberi peringatan jika ada santri disini setelah tidak pulang itu termasuk muhajirin brati kaumnya pindah yang dari awalnya di luar sana maka tempatnya akan kesini. Oleh karena itu alangkah baiknya kita canangkan bahwa para ustadz yang ada disini diperdayakan,” dawuh beliau.

Berkaitan dengan elektronifikasi perizinan santri beliau menegaskan, agar pengurus & wali asuh lebih hati-hati dalam mengizinkan anak asuhnya, karena santri yang berada di nurul jadid ini adalah titipan pengasuh. “Jadi wali asuh ini harus ada karena sebenarnya santri yang berada di nurul jadid ini adalah anak titipan yang sejak awal itu santri menitipkan ke pengasuh jadi yang punya amanah itu pengasuh karena kenapa dalam pemberian tanda tangan terakhir itu harus pengasuh,” tutur beliau.

Putra ke empat KH. Abdul Wahid Zaini itu, berpesan agar selalu mengingatkan anak asuh nya untuk selalu memperhatikan pendidikan sebagaimana layaknya orang tua menyayangi anaknya. “Pengurus itu setidaknya sama sayangnya kepada santri seperti halnya orang tua menyayangi anaknya. Sebagaimana orang tua menyayangi anaknya orang tua kan ingin anaknya Pinter, bisa baca Al-Qur’an, & Akhlaqnya Baik,” imbuh beliau.

Kemudian tausiah terakhir, beliau berpesan agar tidak menjadikan pondok itu sebagai sambilan tapi misi mulia, dan merupakan tugas utama bukan sambilan. “Kita ini menampung putra-putri umat islam, yang di bertaruhkan itu adalah masa depan umat islam,” pungkas beliau.

Penulis : Badrus

Editor : Ponirin

KH. Fahmi AHZ (songkok putih) saat menyampaikan sambutan dalam acara Peringatan Satu Dekade Haul Gusdur

Pernah Sowan di Situbondo, Begini Sosok GusDur Menurut KH. Fahmi AHZ

nuruljadid.net – Acara Peringatan Satu Dekade Haul Gusdur yang digelar oleh Gusdurian Nurul Jadid turut dihadiri oleh KH. Fahmi Abdul Haq Zaini, Kepala Biro Pengembangan Pondok Pesantren Nurul Jadid. Jum’at (10/01/2020).

Dalam acara yang bertempat di Aula SMA Nurul Jadid itu, beliau menyampaikan bahwa pernah bertemu langsung dan sowan dengan Gusdur di kabupaten situbondo.

“Alhamdulillah, saya pernah diberi kesempatan dan ditakdirkan oleh Allah SWT untuk bisa secara langsung berjumpa secara fisik  dan sowan dengan beliau Gusdur,” ungkap beliau.

Beliau turut menjelaskan, walaupun hubungan pribadi beliau sangat terbatas dengan Gusdur, namun. Beliau menjelaskan. Secara emosional dan spriritual masih berada dalam kondisi yang sama.

“Dan perlu diketahui pula oleh teman – teman GusDurian Probolinggo ini. Pendiri PP. Nurul Jadid ini, kakek kami, KH. Zaini Mun’im itu dulu santrinya embahnya gusdur, jadi santrinya KH. Hasyim Asy’ari ” ungkap beliau.

Tampak Aula SMA Nurul Jadid sesak penuh oleh para santri dan anggota GusDurian Nurul Jadid

Tampak Aula SMA Nurul Jadid sesak penuh oleh para santri dan anggota GusDurian Nurul Jadid

“Memang kalau secara istilah kami, istilah pesantren. Jadi secara keilmuan kami semua yang ada disini (santri nurul jadid, red) meskipun secara langsung tidak di tebuireng tapi sanad keilmuan kami, pemahaman kami dan semua yang diajarkan disini insya allah juga masih tetap sama seperti yang ada di tebuireng sana, yang ada di keluarga besar KH. Abdurrahman wahid,” imbuh beliau.

Bahkan secara khusus, KH. Fahmi melanjutkan. KH. Zaini Mun’im sangat akrab dengan ayahanda gusdur, KH. Wahid Hasjim. Dan KH. Zaini juga salah seorang yang menjadi delegasi Indonesia Bersama KH. Wahid Hasjim keliling negara sampai eropa untuk memperkenalkan kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, beliau turut menjelaskan substansi dari diadakannya haul gusdur, beliau menerangkan bahwa Gusdur sebagai seorang bapak bangsa yang selalu memperjuangkan nilai – nilai kemanusiaan yang universal, orang yang selalu membela kaum termarjinalkan, dan selalu membela para minoritas. Sudah sesuai dengan ajaran – ajaran dan syari’at oleh para guru – guru beliau dan para pendahulu.

“Nah, hari ini, kita semua tentu selain mengadakan acara-acara seremonial dan peringatan berkirim do’a pada beliau (gusdur, red). Tentu tugas kita yang paling penting adalah melestarikan nilai-nilai yang sudah beliau perjuangkan. Dan ini akan menjadi tugas berat bagi kita semua karena kita tau hari – hari terakhir ini bangsa kita gampang sekali termakan oleh berita-berita hoax,” tegas beliau.

“Dan pada hari ini juga, kita semua yang terkumpul dalam GusDurian jangan hanya bisa meramaikan seperti acara-acara seremonial dan peringatan-peringatan kewafatan beliau, tapi nilai-nilai perjuangan sudah beliau wariskan tentu harus menjadi perilaku, tentu harus menjadi semangat bagi kita dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan itu juga sesuai dengan prinsip dasar pendiri pesantren ini yang terkumpul dalam panca kesadaran santri,” pungkas beliau.

Penulis : Ahmad

Editor : Ponirin

KH. Abdurrahman Wafi (tengah) saat menyampaikan sambutan dalam acara Peringatan Satu Dekade Haul Gusdur

KH. Abdurrahman Wafi: Berbicara Tentang GusDur tentu Berbicara Tentang Pesantren

nuruljadid.net – “Berbicara sosok gusdur adalah berbicara tentang ayahanda beliau Alm. KH. Wahid Hasjim. Berbicara sosok Gusdur tentu berbicara tentang kakek beliau alm. KH. Hasim Asy’ari. berbicara tentang santri KH. Hasyim dan guru kita Bersama Alm. KH. Zaini Mun’im. Berbicara tentang gusdur juga berbicara tentang alm. KH. Hasyim zaini. Berbicara tentang gusdur tentu berbicara tentang KH. Wahid Zaini, berbicara tentang gusdur tentu berbicara tentang pesantren, berbicara tentang gusdur tentu berbicara tentang santri. Karena tipologi dan identitas gusdur sama sekali tidak berbeda, tentang tipologi santri,”.

Hal itu disampaikan oleh KH. Abdurrahman Wafi, saat mengisi sambutan dalam acara Peringatan Satu Dekade Haul Gusdur yang digelar oleh Gusdurian Nurul Jadid. Jum’at (10/01/2020).

Gus. Abdur (sapaan akrab KH. Abdurrahman Wafi) menerangkan, banyak media memberitakan kalau gusdur tidak mempunyai dompet. “Saya ingat tahun 1984, indonesia mulai ribut munculnya sosok gusdur, bagi orang diluar pesantren. Sosok yang aneh orang kok bisa hidup tanpa uang, dipesantren itu biasa. Santri kalau tidak punya uang, nasi sama cabe itu enak makannya,” terang beliau yang turut menjabat sebagai Kepala Madrasah Ibtida’iyah Nurul Mun’im.

KH. Abdurrahman Wafi: Berbicara Tentang Gusdur tentu Berbicara Tentang Pesantren

KH. Abdurrahman Wafi: Berbicara Tentang Gusdur tentu Berbicara Tentang Pesantren

“Bahkan dalam sebuah cerita, Ketika gusdur menjabat sebagai ketua umum PBNU, pernah hadir di PP. lirboyo sebagai pembicara, yang ditunggu oleh panitia itu mobil sedan, kijang, Atau mobil yang bagus – bagus. Namun apa yang terjadi, Pada saat gusdur datang hadir ke PP. lirboyo dengan menaiki angkutan umum. Sosok yang sederhana sekali,” ungkap beliau.

Gus Abdur melanjutkan, Sama seperti kiai kita, KH. Abdul Wahid Zaini, Pengasuh ke 3 PP. Nurul Jadid. walaupun dikala menjadi pengasuh dan Ketua Tanfidziah PBNU. Ketika pergi ke Surabaya atau Jakarta, beliau sering menaiki bis umum ketika sampai diperempatan tanjung naik becak ke dhalem beliau.

 “Kalau orang mengenal gusdur, sebenarnya beliau tidak mau untuk diadakan haul, kalau bukan karena alasan kemanfaatan yang dapat beliau berikan dalam haul itu. Haul itu tidak membesarkan ataupun mengecilkan kemulian gusdur. Tapi khidmat yang kita dapatkan dalam haul gusdur adalah bukan bagaimana gusdur tapi bagaimana tentang kita menjaga warisan – warisan yang telah beliau berikan,” imbuh beliau.

Diakhir sambutan beliau menyampaikan 3 hal penting tentang gusdur, yakni Warisan Kemanusiaa, Warisan Pengetahuan, “Dan yang terakhir itu walaupun fisik beliau ketika senja kurang fit namun kecintaan beliau kepada olahraga tetap membara hal itu terbukti ketika dulu beliau sering menjadi analis sepak bola,” pungkas beliau.

Penulis : Ahmad

Editor : Ponirin

Galeri Foto: K. Muhammad Alfayyadl dalam Acara Lailatus Sholawah

20190928_kh.-zuhri-zaini;-menjadi-tamu-allah-swt-merupakan-suatu-karomah

KH. Zuhri Zaini; Menjadi Tamu Allah SWT merupakan Suatu Karomah

nuruljadid.net – “Ketika telah sampai ke Makkah, kita manfaatkan waktu yang ada ditempat yang barokah itu untuk fokus beribadah kepada Allah SWT”.

Hal ini disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini saat mengisi tausiyah Bimbingan Umroh dan Manasik yang diselenggarakan oleh PP. Nurul Jadid Bersama Giant Tours dan Travel pada hari Sabtu (28/09/2019).
Kiai. Zuhri (sapaan akrab KH. Moh. Zuhri Zaini) menerangkan, ketika melaksanakan ibadah umroh untuk menjaga adab. “Termasuk adab beribadah itu adalah bertawakkal, artinya berpasrah diri kepada Allah SWT. Ketika di tanah suci dimohon untuk menjaga tatakrama, menjaga akhlak kita masing – masing, jangan berteriak dan ketika mendekati batu hajar aswad untuk pelan – pelan, kalaupun tidak bisa ya kita lihat dari jauh saja, jangan memaksakan. Tapi kalau bisa (mendekati batu hajar aswad, red) iya silahkan,” ungkap beliau dengan lemah lembut.

KH. Moh. Zuhri Zaini saat sambutan dalam acara Pelatihan Umroh dan Manasik

KH. Moh. Zuhri Zaini saat sambutan dalam acara Pelatihan Umroh dan Manasik

Kemudian beliau berpesan kepada para calon jamaah umroh yang akan berangkat pada tanggal 24 Oktober 2019 selama 13 hari itu untuk mengutamakan keikhlasan, karena lbadah umroh tidak menghabiskan biaya sedikit. Dan ibadah yang paling menonjol karomahnya itu adalah ibadah umroh dan haji.
“Untuk menjadi calon tamu Allah SWT itu merupakan suatu karomah jadi selama perjalanan hingga melaksanakan ibadah umroh semoga kita dibimbing oleh Allah SWT,” terang beliau.
Lebih lanjut, beliau turut memberi nasehat agar para calon jamaah tersebut untuk tidak berlebih – lebihan dalam berbelanja selama di tanah suci. “kalau ingin membeli barang yang kira – kira tidak ada di tanah air ataupun yang ingin di buat kenang – kenangan iya tidak apa – apa asalkan tidak melanggar peraturan, namun kalau seperti kurma di surabaya kan banyak yang jual,” imbuh beliau.
“Tujuan dari kita ber umroh ini untuk mendapat rahmat dari Allah SWT, jadi upayakan waktu – waktu kita di tanah suci diisi dengan beribadah, dan amal ibadah itu tidak hanya berupa ritual seperti dzikir tapi juga ada ritual kemanusiaan contohnya saling tolong – menolong,” pungkas beliau.

Penulis : Ahmad

Editor : Ponirin

Cerita Santri di Haul KH. Nur Chotim Zaini

Cerita Santri di Haul KH. Nur Chotim Zaini

nuruljadid.net – Hari kewafatan sosok dewan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid sekaligus Ketua Yayasan Nurul Jadid, KH. Nur Chotim Zaini di tahun 2019 ini diwarnai dengan khataman al-qur’an dan pembacaan tahlilan oleh santri putra Pusat Pendidikan Ilmu Al-qur’an (PPIQ) PP. Nurul Jadid.

Kegiatan tersebut ditempatkan di Musholla kediaman KH. Nur Chotim Zaini pada Kamis ba’da Maghrib (26/09/2019) yang dipimpin langsung oleh Pengasuh PP. Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini.

KH. Zuhri Zaini, saat menghadiri acara HAUL almarhum KH. Nur Chotim Zaini

KH. Zuhri Zaini, saat menghadiri acara HAUL almarhum KH. Nur Chotim Zaini

Mengenai kiprah beliau (Alm. KH. Nur Chotim Zaini, red) selama masih berkhidmat di PP. Nurul Jadid, Adiyatno Hidayat salah satu santri senior PP. Nurul Jadid mengungkapkan, pesan yang paling ia ingat adalah ketika ia diajar beliau saat masih menimba ilmu di MA Nurul Jadid.

“Saya diajari, dibimbing serta dididik melalui keteladanan beliau. Beliau merupakan sosok yang sangat disiplin utamanya dalam hal kedisiplinan waktu. Beliau tidak pernah terlambat dalam masuk kelas. Beliau juga berdawuh agar selalu mutholaah dan menjadi seorang yang rajin serta disiplin” ungkap Bapak Dayat (sapaan akrab santri senior tersebut).

Dalam segi Pendidikan, KH. Chotim (sapaan akrab Alm. KH. Nur Chotim Zaini) mengajar dengan menggunakan metodenya sendiri yakni dengan menyuruh setiap murid secara acak untuk membaca, menterjemahkan serta menjelaskan kitab.

“Pola Pendidikan yang beliau terapkan, metode mengajar beliau dikelas itu pola metode yang sangat mandiri sekali karena disetiap beliau ngajar itu selalu menyuruh kami murid – murid beliau secara spontan tidak terjadwal satu – persatu diminta beliau untuk membaca kitab dan prosesnya disetiap membaca kemudian menterjemahkan dan kemudian memberikan penjelasan” ungkap Bapak Dayat.

“Yang paling unik adalah beliau tidak pernah menunjuk siapa yang akan membaca kitab pada pertemuan berikutnya. Artinya, apa yang bisa kami teladani dari beliau bahwa setiap murid itu harus memiliki persiapan yang matang sehingga pada pembelajaran selanjutnya setiap murid sudah memiliki persiapan yang matang karena beliau menyuruhnya secara acak. Itulah memori yang sangat luar biasa dibenak kami sebagai murid beliau” tambah Bapak Dayat yang saat ini menjabat sebagai Kepala Keamanan dan Ketertiban (KAMTIB) PP. Nurul Jadid.

Ketika Bapak Dayat menjadi pengurus PP. Nurul Jadid, beliau KH. Chotim selalu menasehati para pengurus untuk senantia mampu mengatur waktu dengan baik dan bekerja keras.

“Satu hal yang paling saya ingat dari beliau itu, kalau ada intruksi jangan sekali – kali berkata tidak mampu namun beliau selalu menyarankan untuk kerjakan terlebih dahulu kemudian kesulitan yang dihadapi itu dicarikan solusi bersama. Ini adalah pendidikan yang luar biasa dari beliau kepada kami selaku pengurus PP. Nurul Jadid, ” imbuhnya dengan seraya berkaca – kaca.

Berkenaan dengan pergaulan KH. Chotim kepada masyarakat, MS Rokim salah seorang santri yang memiliki kenangan bersama KH. Chotim mengatakan bahwa beliau pernah berpesan kepadanya. “kalau ingin bermasyarakat jangan terburu untuk menjadi pemimpin. Namun, amati terlebih dahulu dan cermati seperti apa karakter masyarakat itu sendiri kurang lebih selama 2 tahun, setelah itu boleh untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin di masyarakat tersebut,” jelasnya MS Rokim kepada nuruljadid.net.

Penulis : Ahmad

Editor : Ponirin

Galeri Foto: Halaqoh Tashfiyah dan Dialog “Memperkokoh Ukhuwah dengan Pendekatan Qolbu dalam Bingkai NKRI”

Gus Imdad Rabbani : Sabar Itu Amal Hati

nuruljadid.net- Ketika ingin mendapatkan sesuatu yang terasa sulit kita melaksanakan dengan penuh kesabaran dan berjuang dengan keras. Jika sesuatu itu sudah didapatkan, maka kita akan mengalami kebahagiaan yang tanpa batas.

Pesan inilah yang disampaikan Kepala Biro Kepesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, Gus Imdad Rabbani, saat jadi badal KH. Moh. Zuhri Zaini dalam pengajian rutin kitab Minhajul Abidin, Rabu (14/08/2019).

Menurut Gus Amak, begitu populer disapa, Dunia tempat ujian, kadang enak dan kadang tidak enak. Yang dibutuhkan adalah kesabaran.

“Sabar adalah amal hati yang balasannya tidak bisa dihitung. Mengapa puasa itu pahalanya dirahasikan, karena puasa adalah bentuk kesabaran,” Ucap beliau

 

Pewarta : PM

Jam’iyah Sholawat Nariyah NJ, Rihlah Tabarrukan Ke Asta Wali

nuruljadid.net- Jami’iyah Thoriqoh Naqsabandiyah Nurul Jadid rihlah tabarrukan ke beberapa kiai dan ke beberapa asta masyayikh.

Sejumlah 22 orang kunjungan ke dalem KH. Fadlurrahman Zaini dilanjutkan ke asta Kiai Abdul Majid, Bajul mati dan astah KH. KH. Syamsul Arifin, KH. As’ad Syamsul Arifin, Sukerejo dipimpin oleh pembina Jam’iyah Sholawat Nariyah KH. Moh. Romzi Al-Amiri Mannan.

Ustadz Zainul Hasan Rawi menyampaikan bahwa tujuan rihlah ini sebagai ajang silaturrahmi kepada para masyayikh dan beberapa astah. Ini dilakukan sebagai ikatan bathin (Rabithul Misyah) agar menambah ketaatan bathin kepada Allah.

Jam’iyah Sholawat Nariyah mampu melaksanakan pembacaan shalawat nariyah setiap malam rabu,” Imbuh Ustadz Zainul Hasan.

Masih menurut Ustadz Zahara (Panggilan akrab Ustadz Zainul Hasan) Insya Allah kegiatan rihlah menjadi kegiatan rutin yang akan dilaksanakan. Dengan sowan kepada para masyayikh dan asta para wali Allah, berharap ngalap berkah dan tabarrukan.

 

Pewarta : PM

KH. Najiburrahman: Cinta Nabi Ibrahim Kepada Allah Melebihi Cinta Kepada Segalanya

nuruljadid.net- Pada pelaksanaan salat idhul adha kali ini,  Ahad pagi (11/08/19) KH. Najiburrahman Wahid, menjadi khotib dan KH. Moh. Zuhri Zaini menjadi imam di Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Salat idul adha diikuti oleh ribuan santri putra dan putri serta masyarakat sekitar. Masyarakai berbondong bondong memasuki halaman Pesantren untuk melaksanakan salat idul adha berjamaah. Pada saat khutbah idul adha dimulai, para jamaah salat idul adha mempersiapkan diri untuk mendengarkan khutbah yang akan berlangsung. Kemudian para jamaah mendengarkannya dengan tertib dan penuh khusyu’.

Ditengah penjelasan khutbahnya, Kiai Najib (panggilan akrab beliau) menyampaikan bahwa hari ini adalah hari yang disebut dengan al-hajjul akbar, yakni hari dimana jamaah haji berkumpul di Mina untuk menunaikan manasik haji, hari ini merupakan syiar Allah yang diantara hikmahnya: mengenang perjuangan Nabi Ibrahim melawan kecenderungan egonya, cinta kepada putra kesayangannya yaitu Nabi Ismail.


Sebuah Hadits menyatakan: Belum sempurna iman kalian, sampai kalian mencintai Allah dan Rasulnya, diatas segala galanya .
Nabi Ibrahim diuji oleh Allah, apakah dia mau mematuhi perintah Allah, jika itu berarti memusnahkan hal yang sangat beliau sayangi ( Nabi Ismail ) ternyata Nabi Ibrahim lulus ujian ituh, beliau dengan dukungan penuh Nabi Ismail melakukan perintah Allah, beliau hendak laksanakan penyembelihan itu, sehingga Allah segera mengganti Nabi Ismail dengan kambing.

Jelas sudah, Nabi Ibrahim adalah seorang Mukmin yang sempurna imannya, mencintai Allah diatas segala- galanya, mendahulukan perintah Allah diatas rasa sayang bapak kepada anak,” Sambung beliau.

Ini merupakan ajaran bagi kita, bahwa seharusnya kita sebagai mukmin yang berusaha sempurna imannya meletakkan cintanya kepada Allah melebihi cinta kepada segalanya. Tidak sempurna iman kalian sampai kalian mencintai Allah dan rasulnya diatas mencintai kalian kepada semua hal. Dan ini sudah diteladankan oleh Nabi Ibrahim dan diabadikan dengan kurban dan ibadah haji.

Saat ini kita di ajak untuk mengingat perjuangan Nabi Ibrahim, ketika dalam perjalanan untuk menyembeli Nabi Ismail di goda oleh setan dibeberapa tempat dan ketika di goda Nabi Ibrahin melempar jumroh disamping untuk mengenang atau simbol agar kita berusaha melawan ajakan setan dan hawa nafsu,” Ucap beliau

Dalam khutbahnya beliau juga berpesan agar kita harus menjaga adab kepada Allah dan menjaga tatakrama dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Mari kita mawas diri menjauhi dosa-dosa besar. Janganlah sekali-kali menyakiti kedua orang tua, dan juga menjaga tatakrama atau adab kepada guru dan teman. Yang pada intinya harus menjaga tatakrama kepada Allah dan mahluk,” Tambahnya

Beliau mengajak kepada semua jamaah, “Mari kita menjaga amar makruf nahi mungkar, karena amar ma’ruf nahi munkar adalah penopang lestarinya ajaran Islam. Jika umat Islam tidak mau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah akan menimpakan berbagai adzab, antara lain: Kesulitan hidup, berkuasanya orang orang jahat, dan doa-doa tidak lagi didengar oleh Allah.

Di akhir khutbahnya beliau menjelaskan agar merenungkan kepada orang orang yang telah mendahului menghadap Allah, kehidupan dunia ini hanya sebentar dibandingkan dengan akhirat. Suatu saat Rasulullah ditanya seperti apa kehidupan akhirat itu, Rasulullah kemudian menyuruh para sahabat untuk mencelupkan jarinya ke laut, kemudian angkat, maka air yang menempel di jarimu itu laksana kehidupan dunia yang singkat dan air dilautan itu laksana kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Dari itu, sangat rugi ketika ada orang cita citanya kesenangan dunia dan melupakan kesenangan akhirat.
Surga itu dikelilingi hal-hal yang dibenci oleh nafsu dan neraka itu dikelilingi oleh hal hal disenangi oleh syahwat.

Pewarta : PM

KH. Najiburrahman: Cinta Nabi Ibrahim Kepada Allah Melebihi Cinta Kepada Segalanya

nuruljadid.net- Pada pelaksanaan salat idhul adha pagi ini, yang bertempat di Masji’ Jami’ Nurul Jadid, Ahad (11/08/19) KH. Najiburrahman Wahid menjadi khotib dan KH. Moh. Zuhri Zaini menjadi imam.

Salat idul adha  diikuti oleh ribuan santri putra dan putri serta masyarakat sekitar yang jumlah kesemuanya cukup banyak, hingga masjid dan halaman pondok penuh dengan jamaah. Pada saat khutbah idul adha dimulai, jamaah salat idul adha mendengarkan dengan tertib dan penuh khusyu’.

Ditengah penjelasan khutbahnya, Kiai Najib (panggilan akrab beliau) menyampaikan bahwa hari ini adalah hari yang disebut dengan alhajjul akbar, yakni hari dimana jamaah haji berkumpul di mina menunaikan manasik haji, hari ini merupakan syiar Allah sebagaimana haji merupakan syiar Allah yang hikmahnya adalah untuk mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim As, ketika beliau di perintahkan oleh Allah untuk menyembeli putranya Nabi Ismail. Ketika beliau sempat ragu apakah perintah itu dari Allah atau dari setan.
Ketika beliau sudah yakin perintah Allah, maka beliau tanpa ragu untuk menyembeli Nabi Ismail. Dan ternyata ini merupakan ujian dari Allah apakah nabi ibrahim lebih sayang kepada putranya atau lebih taat dan tetap mencintai kepada Allah meletakkan cinta dan taatnya kepada Allah diatas segala-galanya. Dan ternyata ujian Allah berhasil dilalui oleh Nabi Ibrahim, beliau lulus dari ujian Allah, beliau lebih mencintai kepada Allah, dan ternyata setelah Nabi Ibrahim mempersiapkan pisau tajamnya untuk menyembeli putranya Nabi Ismail, Allah menggantinya dengan seekor kambing. Ini merupakan ajaran bagi kita, bahwa seharusnya kita sebagai mukmin yang berusaha sempurna imannya meletakkan cintanya kepada Allah melebihi cinta kepada segalanya. Tidak sempurna iman kalian sampai kalian mencintai Allah dan rasulnya diatas mencintai kalian kepada semua hal. Dan ini sudah diteladankan oleh Nabi Ibrahim dan diabadikan dengan kurban dan ibadah haji.

Saat ini kita di ajak untuk mengingat perjuangan nabi ibrahim, ketika dalam perjalanan untuk menyembeli Nabi Ismail di goda oleh setan dibeberapa tempat dan ketika di goda Nabi Ibrahin melempar jumrah disamping untuk mengenang atau simbol kita untuk berusaha untuk melawan ajakan setan dan hawa nafsu,” Ucap beliau

Beliau juga berpesan “Kita juga harus menjaga adab kepada Allah dan menjaga tatakrama dengan mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Mari kita mawas diri menjauhi dosa-dosa besar. Janganlah sekali-kali menyakiti kedua orang tua, dan juga menjaga tatakrama adab kepada guru dan teman. Dan pada intinya harus menjaga tatakrama kepada Allah dan mahluk,” Tambahnya

Juga beliau mengajak kepada semua jamaah, “mari kita menjaga amar makruf, tegaknya agama adalah tegaknya amar mungkar. Jika orang tidak menjaga amar makruf kemudian mengerjakan kemungkaran, maka akan di adzab dengan sulitnya kehidupan, dengan hilangnya berkah dalam kehidupan dan di adzab oleh Allah dengan diutusnya pimimpin yang dhalim.

Di akhir khutbahnya beliau menjelaskan agar merenungkan kepada orang orang yang telah mendahului menghadap Allah, kehidupan dunia ini hanya sebentar dibandingkan dengan akhirat. Suatu saat Rasulullah ditanya seperti apa kehidupan akhirat itu, Rasulullah kemudian menyuruh para sahabat untuk mencelupkan jarinya ke laut, kemudian angkat, maka air yang menempel di jarimu itu laksana kehidupan dunia yang singkat dan air dilautan itu laksana kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Dari itu, sangat rugi ketika ada orang cita citanya kesenangan dunia dan melupakan kesenangan akhirat.
Surga itu dikelilingi hal-hal yang dibenci oleh nafsu dan neraka itu dikelilingi oleh hal hal disenangi oleh syahwat.

Pewarta : PM

 

Gus Amak : Musibah Itu Cara Allah Mendidik Hambanya

nuruljadid.net- Musibah itu merupakan cara Allah mendidik kita agar bisa bertasbih dhahir dan bathin, hal ini diungkapkan oleh Gus Imdad Rabbani, putra dari Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, pada pengajian kitab minhajul abidin, Kamis pagi (08/08/19) di Musalla Timur.

Kalau kita benar memproses segala musibah yang diberikan oleh Allah kepada kita, puncaknya kita akan mengucapkan lailaha illah secara dhahir bathin,” sambung Gus ama’.

Masih menurut Gus Ama’, Manusia yang paling berat ujiannya adalah nabi, ulama dan orang yang menyerupainya. Orang mukmin itu, Kalau dapat sesuatu yang baik dia bersyukur kalau dapat musibah dia bersabar.

Pewarta : PM

Nasehat Kiai Zuhri Tentang Sebuah Perkawinan

nuruljadid.net- Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolingg KH. Moh. Zuhri Zaini memberikan nasehat kepada mempelai berdua saudara Alief Hidayatullah dan saudari Mufidatul Himmah pada acara resepsi pernikahannya. Kamis pagi (08/08/19) di kediaman H. Fuad Cholili, Tanjung, Karanganyar, Paiton, Probolinggo.

Beberapa nasehat disampaikan oleh KH. Moh Zuhri Zaini. Pertama : Perkawinan bukan semata mata untuk memenuhi kebutuhan. Perkawinan punya nilai ibadah. Perkawinan bukan hanya untuk bersenang senang tapi niatkan ibadah. Niat ibadah dan niat mencari teman dalam ibadah.

Kedua : Niat ibadah bukan hanya berupa niat tapi harus disertai tindakan dan perbuatan.

Ketiga : Tanggung jawab setelah mengucapkan qobiltu diperhatikan, tanggung jawab kepada istri, mertua dan tetangga. Keempat : Kita harus menyesuaikan diri dengan lingkungan selagi tidak bertentangan dengan syariat.

Kelima : Santri senior harus mampu menjadi contoh bagi santri junior-juniornya.

Tidak ada yang lebih mengembirakan daripada berbuka. Mempelai laki-laki nanda alief sejak kecil telah berpuasa dan nanti malam akan berbuka. Alfithrul Akbar dan disambut tawa para hadirin yang hadir di acara resepsi pernikahan tersebut.

Pewarta : PM

Kiai Zuhri, Jangan Pernah Merasa Baik dan Sempurna

nuruljadid.net- Nampak serius sekali para santri yang ikut ngaji kitab Minhajul Abidin di Musalla Riyadhus Sholihin (Musalla Timur) yang diampu langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini, pada hari Rabu pagi kemarin

Pengajian pagi di musalla ini kebanyakan diikuti oleh Pengurus Pesantren dan Mahasiswa sementara kebanyakan santri mengikuti pengajian yang di ampu oleh KH. Najiburrahman Wahid bertempat di Masjid Jami’. Bahkan saat ini Biro Kepesantrenan Bidang Tarbiyah Watta’lim mengadakan banyak majlis pengajian dengan melakukan klasifikasi berdasarkan tingkat kompetensi santri, sehingga pagi hari ada majlis pengajian dibeberapa tempat.

Pada pengajian kitab Minhajul Abidin, Rabu pagi kemarin (06/08/19) ditengah-tengah pembahasannya, dawuh Kiai Zuhri “Jangan pernah merasa baik dan sempurna tapi berusaha untuk menjadi baik dan sempurna itu baik”
Orang yang baik bukan orang yang tidak punya kesalahan. Orang jelek itu adalah orang yang tidak pernah menginginkan berbuat baik dan sudah berbuat jelek, tapi kita tidak boleh nenvonis orang itu jelek,” Dawuh beliau.

Pernyataan itu disampaikan oleh beliau saat beliau menjelaskan tentang ridha di dalam menerima takdir yang Allah berikan.

Pewarta : PM