Pos

Ikhtiar Pesantren Menjawab Tantangan Global, Kiai Hamid Tekankan Sinergi Strategis di Harlah ke-75

nuruljadid.net – Kondisi pesantren secara nasional telah mendapatkan perhatian dari negara. Hal ini digambarkan melalui lahirnya Undang-Undang (UU) Pesantren, artinya pesantren telah masuk ke ranah publik. Menyoroti hal tersebut, Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Abdul Hamid Wahid tekankan pentingnya sinergi strategis dan mencapai akuntabilitas pesantren di ranah publik.

Hal itu disampaikan oleh Kiai Hamid saat memberikan sambutan di tengah acara peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-75 Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Ahad (11/02/24) malam di halaman kantor pesantren.

Kemudian Kepala Pesantren menegaskan agar tema “Mandiri, Berdaya, Berkarya” pada peringatan Haul Masyayikh dan Harlah ke-75 Pondok Pesantren Nurul Jadid ini tidak hanya sekadar menjadi simbolis belaka, akan tetapi punya makna strategis untuk menjawab arus tantangan global.

“Saat ini, pesantren dihadapkan dengan globalisasi yang tertunda, yang seharusnya berjalan di tahun 2020, serta percepatan Revolusi Industri 4.0 yang harus kita jawab,” imbuhnya.

Untuk itu, lanjut beliau, dalam hal meraih akuntabilitas publik, pesantren tengah berikhtiar untuk menstandarisasi managemen pesantren dengan standar ISO, yang sebelumnya telah dicapai oleh Perguruan Tinggi, yaitu ISO 21001 dan 18000 dalam hal managemen dan pendidikan.

“InsyaAllah pesantren menyusul dengan segala lembaganya, mulai dari pendidikan pra-sekolah, dasar sampai menengah,” paparnya.

Lebih lanjut, Kiai Hamid juga menerangkan ikhtiar pesantren untuk dapat hadir sebagaimana fungsi dan kodratnya semula, bahwa pesantren bukan hanya sekadar sebagai lembaga ansih, tetapi juga adalah bagian dari lembaga kemasyarakatan yang berfungsi dan berperan di dalam masyarakat, baik secara kelambagaan maupun secara individual warga pesantren.

“Ini kita lakukan dengan berjejaring pada tahap awal dengan alumni, wali santri dan simpatisan pondok pesantren, untuk selanjutnya akan dikembangkan lebih luas. Tentu dengan format dan landasan serta inspirasi dari tradisi yang didasarkan pada pemahaman keagamaan yang telah berjalan di pesantren,” ungkap Rektor Universitas Nurul Jadid itu.

Beberapa langkah konkret telah beliau lakukan, diantaranya menandatangani beberapa Memorandum of Understanding (MoU) serta kerja sama dengan berbagai pihak, khususnya dalam konteks ekonomi. Salah satunya seperti yang telah dilakukan pada acara Haul Masyayikh, Ahad (11/02/24) pagi, yaitu MoU dengan Sepatu Sebatik.

“Karena itu pada Harlah ini, kami selain memohon doa, bersama jejaring alumni dan simpatisan kita meneguhkan tekad dan komitmen untuk bersinergi yang diwujudkan dalam langkah-langkah konkret,” pungkasnya.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Puji Kepemimpinan Kiai Hamid, Ini Kata Pemerintah Narathiwat Thailand

nuruljadid.net – Spirit melayani adalah kredo hidupnya, dan hal itu sudah pasti adalah gaya kepemimpinan KH. Abdul Hamid Wahid, Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid sekaligus Rektor Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo. Ekspresi lugasnya terungkap pada saat menerima kunjungan tamu dari Pemerintah Provinsi Narathiwat Thailand, yang mengisyaratkan keyakinan kuat Kiai Hamid sebagai sosok mukmin pemimpin yang memanusiakan manusia.

25 Juli 2023, UNUJA bersama Pemerintah Provinsi Narathiwat Thailand menggelar Studium Generale dengan tajuk “Bridging the Gap: Managing the Cross-Cultural Education in Thailand and Indonesia.” Bertempat di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid, dalam forum ini terdapat empat pembicara dalam sesi sambutan (pidato), yaitu Rekor UNUJA KH. Abdul Hamid Wahid, Sekda Kabupaten Probolinggo Ugas Irwanto, Gubernur Provinsi Narathiwat Thailand Sanan Phongaksorn dan Sekretaris Kantor Pendidikan Swasta Thailand Pibyaa Radanawrrachad.

Seperti diketahui, sebagian pembaca tentu sudah sering mendengar gelar “Datuk Guru” yang diberikan kepada Kiai Hamid. Daya kepemimpinannya belakangan ini kembali dipuji oleh Pemerintah Provinsi Narathiwat Thailand untuk menegaskan Kiai Hamid adalah sosok pemimpin yang baik.

Warna kepemimpinan beliau terekspresikan dalam langkah-langkah progresifnya untuk melahirkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkeadaban, hal itu dibuktikan dengan kesuksesannya menjadi pintu pertama penyambung kerja sama Pemerintah Thailand di Indonesia.

Bentuk kerja sama tersebut pada awalnya merujuk pada peningkatan kualitas bidang pendidikan yang secara umum tertuju di Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Probolinggo secara khusus, begitupula di Thailand Selatan. Kerja sama yang semakin luas ini diimpikan sampai pada tingkat nasional, yang sering dikenal sebagai kerja sama bilateral. Pun bidang-bidang dalam kerja samanya diharapkan bisa semakin luas, yang mulanya hanya di bidang pendidikan, diharapkan merambah ke bidang ekonomi, budaya, hingga pariwisata.

Yang menarik digarisbawahi dari kepemimpinan yang melayani ala Kiai Hamid ialah saat menerima kunjungan tamu mancanegaranya itu. Pada momentum tersebut, Gubernur Sanan Pongaksorn mewakili Pemerintah Provinsi, dalam sesi pidatonya menyampaikan rasa bangga terhadap sambutan dan layanan istimewa yang diterima selama di Indonesia.

“Kami mengucapkan terima kasih dan kami merasa terhormat, dengan sambutan, pelayanan dari Kiai Hamid, sehingga kami bisa menjalankan aktivitas di Jawa Timur ini dengan baik dan tenang,” ungkapnya.

Dengan lues, Gubernur Sanan Pongaksorn menceritakan perjalanannya selama di Indonesia. Sejak pertama kali turun dari pesawat, bertemu dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur, sampai tiba di Pondok Pesantren Nurul Jadid, jelasnya, Kiai Hamid selalu mendampingi, mengarahkan dan memberikan pelayanan yang baik.

“Saya sangat yakin bahwa Kiai Hamid orang yang begitu baik,” imbuhnya dengan wajah tersenyum haru.

Dengan begitu, lanjut Gubernur, Pemerintah Provinsi Narathiwat Thailand tak kesusahan saat mengunjungi dan menyambung kerja sama dengan beberapa institusi yang berada di Jawa Timur.

Hal menarik lainnya, Kiai Hamid mengekspresikan sosok pemimpin yang toleran: tanpa memandang suku, ras, budaya dan agama, contohnya saat beliau terbuka menerima tamu non-muslim di pesantrennya dalam kegiatan Studium Generale bersama Pemerintah Thailand itu.

Gaya kepemimpinan yang Kiai Hamid miliki ini patut kita contoh, apa yang telah beliau lakukan sebagai seorang pemimpin sama seperti kriteria True Leaders and Leadership menurut Cak Nun, yaitu kepemimpinan yang memberikan energi berupa rasa percaya dan aman. Kepemimpinan yang mendistribusikan kearifan, pengetahuan, solusi, serta harmoni bagi orang di sekelilingnya.

Oleh: Ahmad Zainul Khofi

(Humas Infokom)

Halaqoh Alumni 2023: KH. Abd. Hamid Wahid Ajak Perkuat Ekonomi Ummat Hadapi Globalisasi

nuruljadid.net – Dua belas jam menuju hari H pelaksanaan Haul dan Harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid ke-74, Pesantren sukseskan acara “Halaqah Alumni Internasional” pada Sabtu (18/02/2023) siang di Aula I Pesantren. Acara ini diselenggarakan dengan sistem hybrid forum, yakni diselenggarakan secara tatap muka langsung di Aula I pesantren lantai 3 kantor Pusat dan secara virtual melalui aplikasi zoom meeting.

Dalam Halaqoh kedua ini, nampak Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini, Kepala Pesantren KH. Abdul Hamid Wahid, Direktur PPIQ Gus Ahmad Madarik, Ketua P4NJ Pusat KH. Junaidi Mu’thi, Ketua P4NJ dari berbagai daerah dan beberapa perwakilan anggotanya turut menghadiri acara serta perwakilan organisasi ikatan mahasiswa alumni di beberapa daerah. Total peserta Halaqoh tahun ini mencapai 500 peserta dari berbagai daerah mulai dalam negeri hingga luar negeri.

Ketua Panitia Dr. Rojaby Azharghany dalam laporannya menjelaskan rangkaian acara yang akan dilalui dalam Halaqoh Alumni Internasional tahun ini. Selain itu, ketua panitia juga melaporkan terkait salah satu program pesantren untuk mendata alumni yang disebut dengan tracer study.

“Terakhir data yang masuk kepada kami masih berjumlah 2.200 alumni. Jadi kami mohon kepada bapak ibu sekalian untuk mengkoordinir seluruh anggota P4Njnya di daerah masing-masing untuk mengisi tracer ini. Karena Pesantren punya target pada renstra di tahun 2027, minimal 50.000 alumni sudah terdata secara valid,” paparnya.

Kepala pesantren KH. Abdul Hamid Wahid dalam sambutannya menyebut bahwa pendiri dan para pengasuh yang menggantikan, mendefinisikan santri itu bukan hanya ketika berada di pondok pesantren.

“Identitas dan jiwa kesantrian, kita bawa hingga terjun ke masyarakat dalam bidang apapun. Oleh karena itu, para pendiri tidak mewajibkan santri Nurul Jadid harus berperan dan berprofesi menjadi Ulama atau Kyai saja, tetapi bisa di berbagai profesi,” tutur beliau.

Selain itu, Kepala Pesantren juga ajak para alumni untuk memperkuat perekonomian ummat dalam rangka menghadapi besarnya gelombang globalisasi.

“Kita tidak mungkin melawan gelombang besar itu. Tetapi bagaimana kita mengambil peranan disana bukan hanya menjadi objek, tetapi menjadi pemain (subjek) yang mengambil bagian sekecil apapun, itu perlu kita lakukan,” terang KH. Abdul Hamid Wahid.

 “Kita berharap juga bisa membentuk koprasi primer di masing-masing P4NJ setempat, kemudian nanti di pusat kita berharap ada koperasi induknya,” imbuh Kepala Pesantren.

 

 

(Humas Infokom)

KH. Abdul Hamid Wahid

Pendidikan Toleransi Harus Digencarkan

nuruljadid.net-Meningkatnya kasus intoleransi di Indonesia semakin memperihatinkan, pancasila sebagai dasar negara seakan tak lagi memiliki nilai, hal tersebut tentu menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan yang telah ada di negara ini. Berikut hasil wawancara Moch. Fathoni Diya’ Ulhaq R. dan Tri Satria Purnomo dengan KH. Abdul Hamid Wahid Rektor Universitas Nurul Jadid (UNUJA).

  1. Menurut Kiai, apa pengertian intoleransi ?

                Intoleransi itukan berasal dari dua kata yakni In berarti tidak dan Toleransi berarti menghargai. Dalam dunia Islam kita mengenal tasammuh yakni menghargai keyakinan seseorang yang berbeda dari kita, itu dinamakan toleran, jadi intinya iyalah menghargai perbedaan, sedangkan intoleransi sendiri kebalikan dari toleransi.

  1. Dari mana asal pemicu timbulanya sikap intoleransi di Indonesia ?

        Toleran dan tidak toleran itu pada dasarnya pemahaman tentang pengetahuan. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 3 unsur di dalam jiwanya yakni pertama, keinginan-keinginan dasar seperti ingin tumbuh dan berkembang biak. Yang kedua ialah ego, ego sendiri bermakna bagaimana kebutuhan dirinya itu terpenuhi, kemudian sebagai makhluk sosial. Sebetulanya manusia itu punya bakat dasar tidak toleran dan untuk toleran, bagaimana dia bisa memikirkan posisi dirinya di antara orang lain sebagai makhluk sosial, bermoral dan normal.

  1. Bagaimana cara menangggulangi adanya intoleransi?

                Pendidikan di Indonesia haruslah menjunjung nilai toleransi, seperti pendidikan di negara Barat yang menjadikan toleransi sebagai pendidikan mulai tingkat dasar hingga tinggi, karena akan berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seseorang. Dalam agam Islam, ada yang namanya tasammuh (toleransi), tawassuth (tengah-tengah), tawazzun (seimbang), dan ta’adul (tegak lurus). Toleransi sendiri menjadi salah satu seni dasar yang artinya menengahi.

Jika dia merasa sebagai manusia utuh pasti dia akan toleran, karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Pendidikan di Indonesia juga harus megajarkan tentang toleransi seperti pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang telah mengajarkan bagaimana kita bisa hidup bersama.

  1. Bagaimana menyadarkan masyarakat agar bisa saling toleran?

                Kembali kepada toleransi dalam bentuk perpolitikan. Event politik itu adalah sesuatu yang sah. Jadi mendukung atau tidak mendukung presiden adalah hak individual yang dimiliki setiap orang. Orang punya dukungan sendiri, punya keyakinan sendiri itu sah-sah saja, tapi tinggal bagaimana agar konflik yang terjadi ini tidak dijadikan sebagai suatu wacana untuk menuju sebuah perpecahan.

Kalau sudah waktunya berakhir kita tinggal memilih siapa calonnya dan siapapun yang terpilih itu tetap sah, karena proses pemilihan tersebut secara bersamaan. Tinggal bagaimana menyadarkan pada peran dan event tahunan itu penting bagi warga negara jadi. Ya silahkan berjuang, silahkan punya keyakinan tapi  bukan dalam rangka perpecahan.

  1. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menanggulangi intoleransi ?

Jadi ini bukan hanya problem pemerintah saja melainkan problem kita bersama. Sebagaimana kita semua menyadari bahwa event 5 tahunan ini iyalah proses pembentukan pemimpin yang berbangsa dan bernegara. Dalam artian tidak hanya mementingkan warga yang sosialnya tinggi, namun pemimpin yang mementingkan warga yang sosialnya lebih rendah. Selebihnya setelah terbentuknya pemimpin yang sah, ya kita tinggal tunggu kapan masa jabatannya akan berakhir kalau memang mau mengganti pemimpin tersebut.

  1. Radikalisme di Indonesia merupakan pemicu adanya toleransi, bagaimana menurut kiai ?

                Intoleransi adalah bibit radikalisme. Orang yang bertindak tidak toleran pasti akan menjadi radikal, kemudian akan menjadi teroris. Dengan kata lain, intoleransi adalah bentuk dasar dari radikalisme. Banyak intoleransi yang dilakukan dalam aspek perbedaan, jadi menghargai perbedaan sangatlah penting.

  1. Apakah budaya Barat yang masuk ke Indonesia dapat mempengaruhi budaya kita sehingga menghasilkan intoleransi ?

                Budaya itu bermacam-macam. Orang memliki beragam cara dalam menghadapi intoleransi. Ada yang dengan cara mengikuti, ada yang tidak mengikuti, serta ada juga yang dapat menyeleksi dengan baik. Seharusnya kita bisa menyeleksi budaya tersebut dengan baik. Atau kita bisa meniru bangsa luar. Ketika ada budaya asing yang masuk dalam kehidupannya, mereka mendialogkan tentang budaya tersebut kemudian menerima sisi positifnya dan membuang sisi negatifnya.

  1. Bagaimana menyikapi tahun politik yang sangat sensitif terhadap isu SARA dan intoleransi ?

                Sebetulnya pembicaraan tentang isu SARA itu telah selesai semenjak tahun 1945 setelah merdekanya negara ini. Seharusnya tidak usah diungkit-ungkit lagi, kalau diungkit lagi takutnya akan membawa dampak negatif pada masyarakat, malah kita harus lebih kepada program dimana tawaran kebaikan itu ada. Tinggal bagaimana kesadaran kita kembali kepada posisi pemilu yang sebenarnya.

Kadang-kadang dalam pemilu ada orang yang ingin mencapai tujuannya dengan menggunakan cara apapun, nah inilah yang tidak boleh. Berpemilu sendiri itu positif, bersaing sendiri itu positif. Memilih pemimpin adalah sarana dari berpemilu, tinggal bagaimana kita bisa membawa efek positif dan menjauhi efek negatif yang dapat menghancurkan kebersamaan.

  1. Bagaimana cara menghadapi kelompok yang tidak terima akan hasil pemilu ?

                Sikap dewasa sangatlah penting. Penyadaran akan pentingnya pemilu harus terus dilakukan, apalagi terhadap para pemimpin yang harus membimbing masyarakatnya. Seharusnya masyarakat yang terpelajar seperti pemuda, harus bisa memberikan sumbangsih yang baik, bukan malah ikut-ikutan, dan kita juga harus bisa memilih.

  1. “Yang waras jangan mengalah” bagaimana dengan statemen tersebut di medsos dalam menyikapi intoleransi di tahun politik ini?

                Kita memang harus berbuat, namun perlu diingat juga bahwa kita harus berbuat sesuai kemampuan kita, kemudian sesuai dengan perasaanya. Setidaknya seminimal mungkin kita tidak ikut-ikutan untuk menyebarkan dan menghancurkan bangsa dengan sikap yang tidak benar ini, paling tidak kita mulai dari diri sendiri kemudian mempengaruhi lingkungan jika bisa.

  1. Harapan Kiai untuk pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi kasus intoleransi ?

                Pendidikan dan pemberdayaan terhadap masyarakat harus selalu dilakukan, tinggal bagaimana kita mendorong masyarakat agar bersikap dewasa dalam berpolitik. Memberikan keterwawasan tentang perpolitikan juga harus nampak dilakukan, agar perpolitikan di negara ini aman dan tentram.

Sumber : Majalah Kharisma MANJ

Konjen Jepang Beri Kuliah Umum Di Pesantren Nurul Jadid

nuruljadid.net- Konsul Jenderal Jepang Surabaya, Bapak Masaki Tani memberi kuliah umum kepada mahasiswa dan siswa jurusan bahasa di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Selasa siang (30/07/19) bertempat di AULA Pesantren.

Kehadirannya disambut langsung oleh Kepala Pesantren KH. Abdul Hamid Wahid, Sekretaris Pesantren H. Faizin Syamwil, Sekretaris Yayasan KH. Hefny Rozak, Kepala BKOS KH. Makki Maimun Wafi dan beberapa pengurus pesantren dan guru lembaga. Kuliah umum tersebut dihadiri para oleh mahasiswa dan siswa Jurusan Bahasa dilingkungan Nurul Jadid dan delegasi dari SMA Bakti Pertiwi Paiton, Probolinggo.

Dalam sambutannya Kepala Pesantren menyampaikan, suatu kebanggaan dengan hadirnya Bapak Masaki Tani ke Pondok Nurul Jadid. Semoga kehadirannya bisa menciptakan jalin kerjasama yang baik.

Masih, KH Abdul Hamid Wahid, kegiatan bahasa memang menjadi kegiatan di asrama. Namun Bahasa Jepang belum dijadikan lembaga resmi di Pesantren

Ada beberapa santri yang mendapatkan juara lomba, seperti bercerita dengan menggunakan bahasa jepang, kaligrafi dengan menggunakan tulisan jepang ada 10 prestasi juara lomba yang diraih oleh santri Nurul Jadid. Ujar Kiai hamid tengah-tengah sambutannya yang langsung mendapatkan tepuk tangan dari para peserta.

Sebelum kuliah umum, ada testimoni dari dua alumni Pesantren Nurul Jadid dengan menggunakan bahasa Jepang yang sangat baik. Moment yang tak kalah heboh sambutan dari santriwati dengan menggunakan bahasa Jepang yang sangat lancar dan fasih. Dalam sambutannya itu, ia menegaskan ingin belajar ke Jepang dan ingin membawa ilmu untuk bisa memajukan Indonesia dan mengharumkan Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Sementara Bapak Masaki Tani pada materi kuliah umumnya lebih banyak memberikan motivasi dan pengetahuan berkaitan dengan kewirausahaan.
Dengan bahasa indonesia yang belum fasih dalam pengantarnya ia menyampaikan terima kasih atas antusiasme peserta yang hadir. Ia juga mengatakan cukup senang dan bahagia melihat pondok yang luas dan bersih.

Peserta kuliah umum memberi apresiasi tinggi dengan banyaknya pertanyaan yang kritis dan antusias. Beberapa materi bahasan dalam kuliah umum dinilai sangat relevan dengan perkembangan di Indonesia saat ini dan ke depan.

Pewarta : Purnomo Sedy
Editor : Ponirin Mika

 

Ibu Mentri, Makan Ikan Bersama 12. 010 Santri Ponpes Nurul Jadid.

Nuruljadid.net – 12.010 santri Pondok Pesantren Nurul Jadid gelar makan ikan bersama Ibu Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan Repubklik Indonesia (Jumat, 02/11) di lapangan Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton Probolinggo.

Perhelatan makan ikan dengan tema “makan ikan bersama santri” ini terselanggara atas kerjasama PP. Nurul Jadid, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kumparan, Bank BNI, dan Jatim Now. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara peringatan Hari Santri Nasional tahun 2018 di PP. Nurul Jadid.

Kepala Pesantren PP. Nurul Jadid KH. Abd. Hamid Wahid dalam sambutannya berharap santri mendapatkan inspirasi dan semangat Ibu Menteri. “santri adalah adalah para kader yang nantinya akan pulang kemasyarakat, berjuang ditengah-tengah masyarakat, dan semangat beliau sangat kita perlukan untuk memberikan inspirasi bagi kita ” dawuh KH. Abdul Hamid Wahid.

Menurut penuturan beliau, PP. Nurul Jadid berkomitmen melakukan pendampingan dalam pengembangan masyarakat pesisir. “Sejak tahun 90-an hingga saat ini PP. Nurul Jadid bersama masyakat dan perusahaan sekitar telah melakukan penanaman dan pelestarian Mangrove di daerah pesisir wilayah Kecamatan Paiton”.

Dalam sambutannya, beliau juga menyampaikan bahwa selain penanaman mangrove. PP. Nurul Jadid sejak tahun 2017 telah melakukan berbagai macam pelatihan pengolahan hasil laut kepada santri dan masyarakat.

Untuk mengembangkan potensi kelautan yang ada saat ini, Kyai Hamid juga menuturkan bahwa saat ini di PP. Nurul Jadid telah membuka jurusan kelautan di SMK Nurul Jadid, untuk tahun berikutnya akan dikembangkan ke jenjang pendidikan tinggi dengan membuka Program Studi  Kelautan di Universitas Nurul Jadid.

Acara ini selain dihadiri oleh Ibu Susi Pudjiastuti, juga dihadiri oleh putra sulung Presiden Joko Widodo, Ghibran Rakabuming Raka yang memberikan wawasan dan spirit kepada santri tentang pentingnya berwirausaha.

Penulis : Abd. Hannan/SJ

Editor : Co