Pos

Revolusi Pembelajaran Sejarah di Era Milenial

penasantri.nuruljadid.net – Kita telah memasuki abad ke-21, di mana generasi yang lahir di era ini sering disebut sebagai kaum milenial. Di era ini, kaum milenial tidak lagi terikat pada satu ideologi tertentu. Sebaliknya, mereka lebih terbuka untuk mengeksplorasi berbagai pemikiran dan gagasan demi menjawab tantangan zaman yang dihadapi.

Kaum milenial juga identik dengan modernisasi, seperti teknologi canggih dan internet cepat yang memudahkan akses informasi serta penyelesaian berbagai persoalan. Tak heran, banyak yang berpendapat bahwa siswa yang fokus pada ilmu sains lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan zaman. Sementara itu, siswa yang mendalami ilmu sejarah sering dianggap kesulitan bersosialisasi dengan modernisasi tersebut.

Hal ini sebagian besar disebabkan oleh metode pengajaran sejarah yang masih konvensional, di mana guru menjelaskan dan siswa mendengarkan. Sering kali, siswa hanya dituntut untuk menghafal peristiwa sejarah, lengkap dengan waktu dan lokasinya, tanpa adanya pendekatan yang lebih praktis. Akibatnya, pembelajaran sejarah terasa membosankan karena minimnya interaksi langsung, seperti sentuhan praktikum dan tinjauan terhadap masa lalu yang mereka pelajari.

Akibat dari metode ini, minat siswa terhadap sejarah kian menurun. Jika kondisi ini dibiarkan, kita akan menghadapi masalah serius: generasi milenial yang kehilangan jejak sejarah bangsanya. Pada akhirnya, mereka bisa saja tidak lagi mengenali identitas bangsa mereka sendiri.

Lebih dari itu, pandangan siswa terhadap pelajaran sejarah bisa berubah drastis. Mereka mungkin menganggap sejarah sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan masa depan mereka, bahkan mungkin hanya melihatnya sebagai dongeng untuk anak-anak sebelum tidur.

Padahal, sejarah memegang peranan penting dalam membentuk kesadaran generasi muda. Tanpa pemahaman sejarah, generasi penerus tidak akan tahu asal-usul bangsanya dan bagaimana bangsa ini berkembang dari masa ke masa.

Tak cukup sampai disitu, jika diamati, sejarah mempunyai manfaat yang begitu besar apabila siswa tersebut mampu mengkolaborasikan isi moral yang terkandung didalamnya dengan kehidupan kesehariannya. Dengan melihat serta belajar dari masa lalu, siswa akan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama di masa-masa mendatang. Dengan belajar sejarah, siswa akan mampu mengkaji semua hal yang terjadi di sekitarnya.

Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, menekankan pentingnya sejarah dengan semboyannya yang terkenal, “Jasmerah” – jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bahkan jauh sebelum era milenial, Cicero (106-43 SM), seorang sejarawan dan filsuf klasik, menyebut sejarah sebagai “guru kehidupan” atau historia magistra vitae.

Melihat fakta-fakta tersebut, sepatutnya guru sejarah harus bertekad kuat untuk mengubah pendekatan pengajaran mereka, dari metode konvensional menjadi lebih konstruktif. Meski bukan hal mudah, perubahan ini diperlukan agar pembelajaran sejarah lebih relevan bagi siswa. Salah satu tantangan terbesar adalah kenyamanan guru dengan metode lama, yang sudah menjadi kebiasaan sejak mereka masih menjadi siswa.

Selain guru, sekolah juga perlu berperan aktif dalam menjaga mempertahankan mata pelajaran yang berada di ambang kepunahan itu. Dengan kolaborasi antara guru dan sekolah, siswa tidak hanya akan mendapat teori, tetapi juga pengalaman langsung. Misalnya, melalui kunjungan studi ke situs-situs bersejarah atau museum. Guru juga bisa memanfaatkan media audiovisual untuk memperkaya pembelajaran, sehingga siswa dapat berimajinasi lebih jauh tentang kehidupan masa lampau.

Dengan pendekatan ini, pelajaran sejarah akan kembali menarik perhatian siswa. Sejarah tidak lagi dianggap sebagai pelajaran yang membosankan atau tidak relevan. Perlahan tapi pasti, siswa akan menyadari pentingnya sejarah sebagai pelajaran yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan dan identitas bangsa.

 

Penulis: Moh. Wildan Dhulfahmi*
Editor: Ahmad Zainul Khofi

*) Siswa Unggulan IPA (UI) Madrasah Aliyah Nurul Jadid, Wakil Pimred Majalah Kharisma edisi 35 dan Coordinator Religion Devision Intteligent Student Organization (ISO).