Pos

nasi tabheg belum matang

TABHEG: Cara Santri Eratkan Silaturahmi

TABHEG atau nasi Tabheg merupakan sajian makanan khas Jawa Timur, khususnya di daerah Tapal Kuda, berupa nasi yang dimasak dalam gulungan daun pisang. Tidak ada literatur yang menyebutkan asal-muasal pertama kali munculnya cara pembuatan nasi Tabheg itu, juga dari mana istilah itu muncul, namun ada kemungkinan istilah Tabheg berasal dari akar yang sama dengan Tabak dalam bahasa Indonesia yang berarti talam (tetampan) besar tempat menghidangkan makanan, sebab nasi Tabheg disajikan di atas alas daun pisang yang sangat lebar sehingga bisa dimakan bersama-sama.

Nasi Tabheg populer di kalangan pesantren Jawa Timur sebagai makanan khas santri yang biasanya dibawa oleh orang tuanya saat mengirim anaknya di pesantren. Dengan cara pembuatan dan pengemasan yang baik, nasi tabheg bisa tahan sampai dua hari.

Dengan banyaknya bisnis catering dan cara penyajian makanan yang semakin modern, saat ini nasi Tabheg memang sudah banyak digantikan dengan nasi kotak. Namun tetap saja di kalangan santri nasi, Tabheg menjadi makanan khas favorit yang punya daya tarik tersendiri. Itu disebabkan karena para santri biasa menikmati nasi Tabheg sebagai sarana mengikat persahabatan dan kebersamaan. Satu gulung nasi Tabheg bisa mencapai panjang 2 meter dan dapat dinikmati oleh 10-15 orang. (mbu)

Penasaran bagaimana resep membuat Nasi Tabheg? Silahkan juga dibaca tulisan menarik tentang resep membuat nasi Tabheg.

nasi tabheg hari santri nasional 2017 di Nurul Jadid

Tabheg Bukti Santri Membela Kaum Pinggiran

Tabheg dan santri tidak bisa dipisahkan, berbicara santri tentu akan ada cerita Tabheg di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Penyebutan Tabheg itu digunakan pada nasi yang dibungkus memakai daun pisang dan diikat memakai tali. Sepintas asumsi saya memaknai filosofi daun, adalah simbol bendera NU, meski di ikat memakai tali, sebagai bukti satu ikatan ideologi pancasila, ikatan selajutnya adalah berpegang teguh untuk menjaga NKRI.

Sebuah kebahagiaan yang tak terhingga, apabila santri dikirim oleh orang tuanya, karena dipastikan ada thabek yang dibawa. Santri yang setiap hari makan nasi dan lauk pauk seadanya, akan makan menu nasi Tabheg bersama dengan santri lainnya.

Tabheg adalah simbol kesederhanaan, kebersamaan dan kemandirian. Mentradisikan kesederhanaan, kebersamaan dan kemandirian adalah sebuah ajaran nilai yang selalu di gaungkan oleh Pondok Pesantren. Kesederhanaan, kebersamaan dan kemandirian upaya mewujudkan mental sejati seorang santri, dalam memaknai prilaku keagamaan yang baik.

Karena seorang santri tidak hanya belajar nahwu, shorrof, tafsir dan kitab kuning yang lain. Namun, ia belajar bagaimana menjadi manusia paripurna dalam segala sektor. Pengetahuan yang dimiliki tanpa diwujudkan dalam sikap dan mentality yang baik, maka tidak akan berarti.

Makan Tabheg bersama santri 10 ribu di Nurul Jadid, sebagai langkah memberikan gambaran, bahwa kemenangan tidak akan di dapatkan kecuali dengan kebersamaan.  Kita ingat kemenangan anak bangsa dari penjajah karena semangat kebersamaan terpatri didalam dadanya. Kini, bangsa kita tercerai oleh kepentingan kelompok, kepentinhan yang tanpa memberikan kontribusi nyata pada bangsa. Resolusi jihad mampu membakar semangat para pejuang negeri, hingga tak ada satu langkah pun, mundur dari memperjuangkan kemerdekaan. Karena kebersamaan menjadi kekuatan yang luar biasa

Tabheg, reaktualisasi kebersamaan, kesederhanaan serta kemandirian

Santri akan teruji kesetiakawanannya, apabila makan Tabheg bersama temannya, tidak hanya sendirian. Mengapa demikian? Keseruan akan tercipta meskipun terkadang satu Tabheg tidak cukup untuk beberapa santri, kekenyangan perut bukan orientasi dari makan Tabheg bersama.  Sifat bakhil sangat tidak disukai oleh agama, lebih lebih jika ada sesuatu yang bisa untuk berbagi dengan yang lain. Biasanya, santri yang pelit akan sedikit mempunyai teman bahkan bisa juga selalu di permainkan oleh temannya sendiri dengan barang barangnya sering hilang. Santri harus jauh dari kekikiran, sebab dia adalah pencari ilmu dan ilmu akan mudah di dapat apabila cahaya Allah diberikan padanya.

Sangat tidak elok sikap kikir ini dipelihara, karena identitas santri akan terganggu dengan hal tersebut

Tabheg sekarang mulai luntur, sejalan dengan arus globalisasi, padahal wali santri apabila mengirim santri dengan Tabheg adalah bukti keberpihakan pada rakyat kecil.  Di beberapa pasar baik pasar tanjung, pasar paiton juga pasar lainnya, penjual daun mulai tidak laku. Kapitalisme sudah merongrong keakar akar rusaha rakyat kecil. Pengusaha plastik sudah menguasai ekonomi dan penjual daun sering tertindas. Santri harus cermat pada setiap langkah para penjajah ekonomi rakyat kecil. Karena keberadaan santri akan tampak jika keberpihakannya pada pada rakyat benar benar kuat. Dulu, kiai abdul wahid zaini, membela petani tembakau dan rela mempertarukan segalanya demi kesejahteraan rakyat.

 

Oleh : Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan, Anggota Social Community of Research)

nasi tabheg

Apa Nasi Tabheg? Bagaimana Resep Nasi Tabheg?

Setelah Santri Nurul Jadid memecahkan rekor muri makan Tabheg terbanyak, tidak sedikit warganet bertanya; apa nasi Tabheg? Bagaimana resep nasi Tabheg? Istilah Tabheg berasal dari bahasa Madura. Penulisan istilah ini bermacam-macam, ada yang menulis dengan Tabak, Tabek, Tabeg, Tabhek atau Tabegh. Bagi sebagian masyarakat Jawa Timur, istilah Tabheg ada yang menyebutnya dengan Nasi Gulung.

Santri pada umumnya adalah pelajar yang merantau dan bermukim di sebuah pesantren. Sedangkan kendaraan jaman dahulu tidaklah secanggih jaman saat ini. Perjalanan ke sebuah pesantren bisa memakan waktu lebih dari satu hari bahkan berhari-hari. Begitu pun orang tua santri tidak jarang pula mengunjungi putra-putrinya ke pondok, baik hanya sekedar mengetahui keberadaan putra-putrinya atau pun mengirim kebutuhan hidup. Perjalanan dari rumah tempat tinggal asal hingga ke sebuah pesantren yang memakan waktu cukup panjang ini, hampir selalu membawa bekal perjalanan dan oleh-oleh untuk para santri di pondok pesantren. Bekal perjalanan ini atau oleh-oleh untuk para santri, umumnya di Jawa Timur dinamai dengan Tabheg.

Perjalanan yang memakan waktu lama, bagaimana bekal atau oleh-oleh yang dibawa tidaklah cepat basi. Nasi Tabheg dibuat agar Nasi bisa bertahan berhari-hari dan tidak cepat basi. Ketahanan nasi Tabheg bisa bertahan hingga 3 hari. Sajian nasi Tabheg seringkali ditunggu-tunggu oleh para santri. Bagaimana tidak, para santri yang giat mencari ilmu siang dan malam, hampir tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan kebutuhan hidup (isi perut). Kebutuhan hidup para santri sering bersandar pada kiriman. Ketika orang tua salah seorang santri yang membawa Tabheg akan menjadi incaran bagi para santri lain dan semua mata tertuju pada nasi Tabheg.

Apa itu nasi Tabheg? Bagaimana bentuk nasi Tabheg? Bentuk khas nasi tabheg, yaitu nasi yang dibungkus dari daun pisang dan bentuk bungkusannya digulung. Kira-kira seperti pada gambar berikut.

nasi tabheg hari santri nasional 2017 di Nurul Jadid

nasi tabheg hari santri nasional 2017 di Nurul Jadid

Bagaimana cara membuat nasi Tabheg? Disini redaksi akan memberikan resep untuk membuat nasi Tabheg.

 

Bahan Membuat Nasi Tabheg

  1. Bahan utama yang digunakan adalah beras. Gunakan beras yang berkualitas bagus, bersih dan pulen supaya hasilnya lebih legit dan lezat.
  2. Jeruk nipis. Jeruk nipis 1 buah untuk beras 1 kg.
  3. Daun pisang.
  4. Tali Rafia.
  5. Bahan pelengkap untuk lauk sajian

 

Cara Membuat Nasi Tabheg

nasi tabheg belum matang

nasi tabheg belum matang

Cara membuat nasi Tabheg ini sebenarnya sangat sederhana. Langkah pertama hampir mirip sebagaimana menanak nasi dengan cara dikukus.

  1. Cuci beras hingga bersih hingga hilang bau dan kotoran yang menempel.
  2. Siapkan panci dan masukkan beras yang bersih kemudian berilah air hingga mencapai setengah ruas jari telunjuk tangan.
  3. Panaskan panci yg berisi beras dan air hingga mendidih.
  4. Pada saat nasi mendidih, berilah jeruk nipis kemudian diaduk hingga merata. Jeruk nipis inilah salah satu yang membuat nasi bisa bertahan lama.
  5. Aduk-aduklah nasi secara berkala agar tidak terjadi kerak dibagian bawah panci.
  6. Angkat nasi yang setengah matang ini dari panci.
  7. Pindahkan nasi yang setengah matang ke dalam panci kukus.
  8. Kukus nasi hingga benar-benar matang.

Langkah kedua, setelah nasi matang selanjutnya mempersiapkan untuk menjadikan Nasi Tabheg.

nasi tabheg sedang dikukus

nasi tabheg sedang dikukus

  1. Siapkan tali rafia dan lembar daun pisang untuk membungkus nasi.
  2. Tuangkan nasi di atas lembaran daun pisang yang sudah disiapkan.
  3. Nasi dalam lembaran daun pisang dibungkus dengan cara bungkusan menggulung.
  4. Ikat bungkus gulungan dengan tali rafia.
  5. Siapkan panci kukus. Pindahkan nasi yang dibungkus daun pisang menggulung ini ke dalam panci kukus.
  6. Kukus nasi yang sudah dibungkus gulungan daun pisang kurang lebih selama -+20 menit.
  7. Kukus hingga matang, terlihat daun pisang tampak berwarna layu.
  8. Selesai dikukus, angkat dan siap disajikan.

Nasi yang dibungkus daun pisang dimana bentuk bungkusannya berbentuk bungkus gulungan, inilah yang disebut dengan Nasi Tabheg.

nasi tabheg siap saji

nasi tabheg siap saji

 

 

Bahan Pelengkap Nasi Tabegh

  • Tempe kering
  • Tempe bacem
  • Daging rendang
  • Daging masak kecap
  • Telur dadar goreng yang di iris tipis tipis
  • Telur rebus dipotong potong
  • Telur masak bali
  • Kerupuk udang
  • Perkedel kentang
  • Sambal

 

Semoga tulisan sekelumit tentang Nasi Tabheg ini bisa memberikan gambaran jelas tentang nasi Tabheg, terutama bagi warganet yang berada di luar Jawa Timur. (aw)

 

Pecahkan Rekor MURI, Sajian Nasi Tabheg Terbanyak

Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) di Pondok Pesantren Nurul Jadid dimeriahkan dengan berbagai rentetan acara. Salah satunya dengan pencatatan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sajian nasi tabheg terbanyak.

Dalam kegiatan tersebut, MURI mencatat ada sekitar 12.297 santri yang menikmati 1.025 porsi sajian nasi tabheg secara bersama.

Pengukuhan rekor MURI ditandai dengan penyerahan piagam penghargaan MURI kepada Kepala Pesantren Nurul Jadid, KH. Abdul Hamid Wahid sebagai penyelenggara dan kepada inisiator, Pengurus Wilayah IPNU Jawa Timur . Di saksikan ribuan santri, simpatisan, dan masyarakat sekitar oleh Sri Widayati, Manager senior MURI.

“Kami perwakilan dari MURI mengumumkan, mengukuhkan, bahwa sajian tabheg terbanyak resmi tercatat di Museum Rekor Dunia Indonesia dan rekor dunia.” kata Sri Widayati dalam sambutannya.

“Hari ini, 22 Oktober, kami kembali hadir di Probolinggo, khususnya Pondok Pesantren Nurul Jadid untuk mencatat pencapaian yang spektakuler yaitu sajian nasi tabheg terbanyak” imbuhnya.

MURI yang diketuai oleh Dr. Jaya Suprana, adalah lembaga pencatat rekor prestasi karya dan karsa yang diciptakan oleh anak bangsa, untuk rekor dunia. Bertujuan demi menegakkan pilar-pilar kebanggaan nasional, serta mengajak untuk menghargai karya dan karsa bangsa.

Di Probolinggo, sebelumnya MURI telah mencatat beberaoa rekor. Antara lain makan honey bee polen dan arum jeram dengan peserta terbanyak. Jalan sehat dengan menggunakan sarung yang diikuti 25.509 santri serta pembuatan bio pori terbanyak. (Rohid)

 

KH. Moh. Zuhri Zaini Juga Ikut Menikmati Makan Tabheg Bersama 12 Ribu Santri,

nuruljadid.net- Semula direncanakan makan tabheg bersama akan dihadiri 10 ribu santri, pada pelaksanaanya ternyata dihadiri 12.297 santri. Demikian data yang didapat dari ketua panitia Hari Santri Nasional 2017, Ustadz Ainul Yaqin dalam kegiatan makan tapegh dihadiri oleh semua santri pondok pesantren nurul jadid (PPNJ) juga para Tamu Undangan serta KH. Moh. Zuhri Zaini Pengasuh dan Kepala Pesantren  KH. Abd. Hamid Wahid Kepala PonPes Nurul Jadid.

Seusai doa dibacakan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Mohammad Zuhri Zaini, makan tapegh sebanyak 1.025 gulung nasi Tabheg mulai digelar, ribuan santri pun mulai memadati Lapangan Kampus terpadu IAI Nurul Jadid.

Para tamu undangan juga mulai mengambil posisi untuk menyantap gulungan Tabheg lengkap dengan lauk pauknya. Bukan hanya para santri dan tamu undangan, Kiai Moh. Zuhri Zaini pun ikut menikmati hidangan Tabheg bersama Ketua DPRD Jatim dan Kepala Pesantren KH. Abdul Hamid Wahid untuk memecahkan Rekor MURI Makan Nasi Tabheg terbanyak.

Sambil lalu penyerahan Piagam Rekor MURI, dengan pembacaan basmalah para santri dan tamu udangan mulai menyantap Tabheg. Suara kegembiraan santri menggema diiringi teriakan minta air karena kehausan.

Dari santri muda sampai santri sepuh ikut serta dalam barisan para pecinta Tabheg tanpa ada pemisah diantara mereka, para santri sineor diajak kembali bernostalgia mengingat masa muda mereka waktu di pondok.

Setelah makan tabheg selesai acara dilanjutkan dengan pemberian hadiah kepada pemenang lomba semarak Hari Santri Nasional 2017.(Yazid)

Para Pencinta Tabheg

Kalau di salah satu saluran televisi setiap menjelang bulan Ramadhan menayangkan sinetron religi berjudul PPT singkatan dari Para Pencari Tuhan. Tapi kalau di Nurul Jadid setiap bulannya akan ada aksi santri di setiap gang bernama PPT singkatan dari Para Pecinta Tabheg. What is tabheg? Penulis mebaginya menjadi dua penjelasan. Tabheg dalam arti idealis dan dalam arti pragmatis.

Pertama, tabheg dalam arti idealis. Definisi ini terbilang ketat. Para pecinta tabheg yang masuk kategori ini tergolong esktrem, radikal, terstruktur, sistematis dan masif. Mereka yang ada di golongan ini mengatakan bahwa tabheg itu adalah nasi kiriman dan wali santri untuk putra atau putrinya yang dibungkus dan dikukus menggunakan daun pisang dan dimakan bersama-sama oleh penghuni kamar atau tetangga kamar si santri.

Hingga lunturan daun pisang yang agak bewarna hijau kekuningan menempel disetiap area pingggiran nasi. Dan setiap bungkusnya diikat dengan tali rafia. Agak mirip dengan lontong tapi bukan lontong. Kalau lontong berasnya manunggaling atau menyatu dengan beras lainnya. Tapi kalau nasi tabheg tidak menyatu seperti lontong. Nasi tabheg versi ini awet hingga dua hari. Bahkan ada yang mengatakan satu minggu. Untuk lauk tak jadi soal. Apapun lauknya akan terasa nikmat.

Bagaimana cara masaknya? Silahkan tanya kepada pakar tabheg. Dua mantan kepala Gang E Kang Jajan dan Ach Uday, alumni kamar E13 Irza Jauharul Maknun, Yudi Zulkarnain, Miftah Al Kindy, serta Bapak Talaen Tabheg Muhsin Alatas. Mereka semua masuk golongan para pecinta Tabheg idealis.

Kedua, tabheg dalam arti pragmatis. Para pecinta tabheg dalam golongan ini terbilang lentur, fleksibel, dan toleran. Lebih mengutamakan subtansi daripada bungkus. Apapun bungkusnya, meski dengan kertas minyak merk kucing sekalipun, kalau itu nasi kiriman wali santri untuk putra atau putrinya masuk kategori tabheg. Apapun lauknya walau hanya mie goreng dan telur dadar sungguh kenikmatan tiada tara.

Dalam golongan ini, lebih mengutamakan fungsi daripada melekatkan syarat ketat dan melekat pada tabheg. Lalu apa fungsinya?

Fungsi tabheg mengurangi pengeluaraan jatah bulanan. Biasanya sehari beli makan dua kali. Kalau ada nasi tabheg, bisa beli hanya satu kali. Kalau sekali makan menghabiskan 10 ribu rupiah, bayangkan kalau tersedia nasi tabheg hingga 30 hari, bisa menghemat uang 300 ribu rupiah. Bukankah tabheg pangkal kaya?

Dengan tabheg Indonesia bisa menumbuhkan indeks prestasi manusia. Bayangkan uang 300 ribu rupiah dibelanjakan untuk beli buku dan kitab setiap bulannya, penulis yakin Indonesia akan dahsyat dalam mengatasi bonus demografi.

Mungkin banyak santri berpikir kehidupan pesantren teramat tidak menyenangkan. Khususnya bagi santri baru. Semula bebas bisa main gadget, nonton televisi, dan segalanya serba ada saat tinggal di rumah.

Tapi semua rasa tidak menyenangkan itu tak berlaku bagi santri yang golongan para pencinta tabheg sejati. Bukan maksud ingin menciptakan aliran baru yang akan memecah belah persatuan dan kesatuan dengan memunculkan tabhegisme atau non tabhegisme.

Tapi bagi penulis, hampir semua santri Nurul Jadid adalah para pecinta tabheg. Jadi kalau ada santri NJ yang tidak suka tabheg atau bahkan membecinya berarti nyantrinya belum kaffah serta status santrinya masih dipertanyakan.

Jangan-jangan niat mondoknya bukan untuk mencari ilmu dan membina ahlakuk karimah. Dari tabheg kita diajarkan prinsip egaliter, gotong royong, dan toleran. Dalam satu bungkus kita gotong royong menghabiskan bersama-sama. Meski yang makan ada yang tidak cuci tangan kita tetap toleran terhadap mereka, tidak menghina bahkan tidak membully di sosial media.
Bayangkan besok di Hari Santri Nasional 22 Oktober 2017, Ponpes Nurul Jadid akan mengadakan apel akbar dan tasyakuran untuk memecahkan rekor muri makan tabheg 10 ribu santri, bukankah ini merupakan pelajaran berharga dari santri untuk negeri dalam prinsip egaliter, gotong royong dan toleran?

Rizam Syafiq
Mantan Kepala Sekolah Kelompok Kajian Pojok Surau PP Nurul Jadid dan Pimred gpansorsurabaya.or.id

 

Rekor Muri Santri Makan Nasi Tabhek 10.000 Ala Nurul Jadid

nuruljadid.net- Pondok Pesantren Nurul Jadid akan memecahkan rekor 10.000 santri makan tabheg pada puncak peringatan Hari Santri Nasional, Minggu (22/10/2017). Tapi ada hal yang tak biasa dalam usaha memecahkan rekor muri itu.

Makan nasi tabheg tentu terdengar asing bagi siapapun yang tidak mengenal dunia pesantren. Lain halnya dengan santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, istilah itu bukanlah sesuatu yang baru. Malahan mendengan teriakan tabheg, secara spontan santri akan merasa girang dan berkumpul mengerumuni orang tersebut, khawatir tidak mendapatkan bagian.

Entah sejak kapan nama tabheg akrab di telinga para santri Nurul Jadid. Yang jelas tabheg berasal dari Bahasa Madura yang berkembang di pesantren berlatar kultur Madura. Istilah tabheg berarti kegiatan makan bersama yang menjadi kebiasaan santri, khususnya santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Dilihat dari bentuknya, nasi tabheg sama dengan sajian nasi pada umumnya. Tapi yang membuat beda dan khas adalah penyajiannya menggunakan gulungan daun pisang muda dan digelar sepanjang-panjangnya ketika akan dimakan bersama.

Jamaknya wali santri saat menyambangi anak-anaknya di pondok pesantren akan membawa bingkisan buat oleh-oleh. Di Pondok Pesantren Nurul Jadid, seperti ada “kewajiban tertulis” bagi wali santri membawa nasi buatan sendiri dari rumah atau tabheg lengkap dengan lauk-pauknya.

Umumnya para orang tua membawa nasi dalam keadaan panas. Nah kalau menggunakan plastik atau kertas pembungkus nasi dapat dipastikan isinya tidak akan bertahan lama, disamping juga mengurangi cita rasa. Demi menjaga keawetan nasi ketika perjalanan jauh dan tetap enak, caranya masukkan kedalam daun pisang muda setelah itu gulung dengan rapi, dijamin tetap maknyus.

Selain dibawa oleh wali santri, kepada siapapun santri yang pulang ke rumahnya kemudian balik ke pesantren “wajib” membawa tabheg. Berbeda dengan masakan santri di pondok pesantren yang menggunakan wadah dari daun pisang, tabheg lebih spesifik pada nasi gulung daun pisang bawaan orang tua atau santri dari rumah. Bisa juga masakan santri kemudian di makan bersama-sama.

Makan bersama menjadi hal lumrah di semua pondok pesantren. Cara, tempat dan sajian panganan yang disuguhkan bisa berbeda-beda. Di Sunda, Jawa Barat ada istilah adrahi. Hanya saja istilah adrahi lebih umum yakni bungkus atau wadah nasi bawaan santri bisa menggunakan daun pisang, plastik pembungkus nasi, talam atau semacamnya.

Sementara santri di daerah Jawa Tengah terkenal istilah mayoran yaitu aktifitas makan bersama menggunakan satu wadah besar, berupa pelepah daun pisang maupun nampan atau baki. Lain wadah beda pula namanya. Di Kediri, lebih dikenal istilah talaman karena menggunakan talam.

Kebiasaan santri makan bersama selain bermaksud untuk menanamkan nilai-nilai kesederhanaan, juga menjadi sarana perekat persaudaraan santri yang berasal dari berbagai daerah, suku, adat-istiadat dan bahasa. Dengan kata lain, di pesantren persaudaraan dan kesedehanaan bisa lahir dan tumbuh dari nasi.

Penulis : Yazid

Editor : Co