Pos

Intip Kreativitas Santri Nurul Jadid Sambut Maulid Nabi

berita.nuruljadid.net – Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H di Pondok Pesantren Nurul Jadid dimeriahkan dengan berbagai kegiatan. Selain pembacaan maulid diba’, simtuddurror, dan tausiah ulama, pesantren juga menyelenggarakan berbagai lomba untuk menambah semarak acara tersebut.

Salah satu lomba yang paling menarik perhatian adalah lomba parsel yang digelar di Wilayah Al-Hasyimiyah pada Senin malam (30/09). Berlokasi di depan daerah Al-Masruriyah, seluruh daerah di Wilayah Al-Hasyimiyah diwajibkan untuk berpartisipasi dalam perlombaan ini.

Penilaian lomba didasarkan pada tiga kriteria utama: kreativitas, kerapian, dan keindahan. Menariknya, parsel yang dirangkai oleh para santriwati tidak hanya dipamerkan, tetapi juga untuk diserahkan kepada keluarga pengasuh pesantren.

“Awalnya, kami mengusulkan lomba parsel dengan buah-buahan karena Maulid Nabi identik dengan buah. Namun, kami khawatir buah-buahan tersebut tidak segar saat diserahkan. Akhirnya, kami memutuskan untuk membuat lomba parsel snack,” ungkap Aulia Meca, Ketua Himpunan Abdi Santri Al Hasyimiyah selaku koordinator penyelenggara kegiatan.

Potret beberapa produk hasil karya santri dalam lomba parsel peringatan PHBI Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H.

Setiap tim peserta terdiri dari empat orang, dengan waktu satu jam yang diberikan oleh panitia untuk merangkai parsel. Para peserta terlihat fokus dan bekerja sama untuk menyelesaikan parsel tepat waktu.

“Waktu satu jam cukup, karena kami diperbolehkan mempersiapkan item-itemnya terlebih dahulu. Di lokasi, kami hanya tinggal merangkai dan menghias parselnya,” ujar Fatimah Az-Zahra, perwakilan dari daerah Riyadlul Jinan yang berhasil meraih juara pertama.

 

Pewarta: Wahdana Nafisatuz Zahra
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Lantunan Simtudduror di Dinding Nurul Jadid Menguras Rindu Lautan Santri

penasantri.nuruljadid.net – Ada banyak cara meraih berkah, dan santriwati Wilayah Al-Hasyimiyah memilih mengawali rutinitas pesantren dengan lantunan Maulid Simtudduror. Seakan tak cukup hanya mengucap kata, mereka menyerahkan segenap jiwa pada pujian yang mengalir malam itu, seiring selesainya liburan dan kembalinya perjalanan menjadi santri di pesantren.

Suasana pasca-liburan masih menggantung di langit-langit pesantren. Para santriwati yang baru kembali dari rumah, membawa rindu yang terburai di setiap jejak langkah mereka. Meski jiwa seolah masih tertinggal di kampung halaman, mereka tahu bahwa panggilan pesantren harus dijawab. Maka, hari-hari berlalu dengan cerita-cerita singkat tentang rumah, tentang keluarga, tentang segala hal yang tak mereka temui di balik dinding asrama.

Senin, 23 September. Malam itu, Wilayah Al-Hasyimiyah masih riuh dengan tawa para santriwati. Usai salat Isya berjamaah, mereka bercengkrama di pelataran asrama, melepaskan sisa-sisa beban yang mereka bawa dari rumah. Tetapi, keasyikan itu terhenti sejenak ketika suara pengumuman mengalun dari pengeras suara kantor wilayah, memecah malam yang mulai meremang.

“Bagi sahabat-sahabati santri Wilayah Al-Hasyimiyah, bahwasanya pada malam ini akan dilaksanakan pembacaan Simtudduror sebagai pembuka dan awal pengaktifan kegiatan wilayah,” suara itu mengundang mereka untuk berkumpul.

Tanpa aba-aba, para santriwati bergegas. Buku kecil Maulid Simtuddhuror yang biasa tergeletak di atas rak dalam lemari baju, kini digenggam erat. Mereka berjalan keluar kamar, memenuhi halaman daerah masing-masing. Di bawah langit yang pekat, mereka duduk berbaris, bersiap membuka lembaran-lembaran berisi pujian pada Baginda Nabi.

Kala lantunan Simtudduror mulai terdengar dari pengeras suara. Satu per satu bait mereka lantunkan, penuh ritme, seirama dengan nafas dan detak jantung. Kata demi kata mereka lafalkan, bukan sekadar dengan lisan, tapi juga dengan hati. Puji-pujian pada Nabi mengangkasa, meresap ke setiap sudut, membangun suasana yang tak hanya khidmat, tapi juga mendalam.

Sampai tiba pada mahalul qiyam, suasana seketika berubah, semakin khusyuk. Mereka serentak berdiri, menghadap kiblat, mata terpejam, seakan menyambut kehadiran Baginda Nabi yang mereka rindukan. Tak ada suara lain selain lantunan shalawat yang bergema, mengalirkan rasa syukur dan harapan di antara deru malam.

Seusai suasana yang khusyuk itu, Zahiyah Adiba, kepala Wilayah Al-Hasyimiyah, berdiri mengawasi. Di balik sorot matanya, tersimpan harapan besar agar pembacaan Simtudduror ini menjadi pemicu semangat bagi para santri.

“Kita semua berharap, seluruh kegiatan dari awal hingga akhir mendapatkan berkah. Salah satu upayanya adalah dengan menghadiahkan shalawat kepada Nabi di awal setiap langkah,” tuturnya.

Adiba mengakui, mengatur santriwati yang baru kembali dari liburan bukanlah perkara mudah. Rindu yang tersisa masih kuat, dan disiplin pun kadang mengendur. Namun, ia merasa terbantu dengan adanya divisi kepengurusan yang solid.

“Alhamdulillah, pengurus di sini menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan mereka, semuanya terasa lebih ringan,” ujarnya.

Malam itu, Wilayah Al-Hasyimiyah tak hanya memulai kembali aktivitas pesantren, tapi juga menapaki langkah baru dengan semangat yang telah diperbarui. Di antara lantunan shalawat, terajut niat dan harapan untuk terus belajar, bukan hanya tentang ilmu, tapi juga tentang kehidupan yang penuh makna.

 

Penulis: Wahdana Nafisatuz Zahra
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Hormati Kitab Klasik, Wilayah al-Hasyimiyah Wajibkan Santri Ngaji Pakai Meja

berita.nuruljadid.net – Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia yang memiliki peran penting dalam mempertahankan dan meneruskan tradisi keilmuan Islam. Salah satu aspek penting dalam pembelajaran di pesantren adalah kajian kitab kuning.

Santri meyakini bahwa mengaji, lebih-lebih kitab kuning, harus disertai dengan tingkah laku yang baik terhadap ilmu. Sebagaimana Wilayah Santri Putri al-Hasyimiyah (Daltim) Pondok Pesantren Nurul Jadid mewajibkan para santrinya mengaji kitab dengan memakai meja belajar.

Terhitung dua minggu sejak sosialisasi terkait kewajiban menggunakan meja saat pengajian rutin, Wilayah al-Hasymiyah telah sukses merealisasikannya, Rabu (12/06).

Peraturan ini baru pertama kali diterapkan di Wilayah Al-Hasymiyah dan terlaksana dengan baik saat pengajian pagi maupun pengajian sore yang diampu oleh Kyai Zuhri Zaini.

Peraturan tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, salah satunya ingin menjaga marwah kitab kuning pada saat pengajian berlangsung.

Sejalan dengan latar belakang tersebut, tujuan peraturan adalah untuk menghormati kitab sebagaimana diajarkan dalam kitab Ta’limul Muta’alim.

“Tujuan utamanya lihurmatil kitab. Selain itu, agar para santriwati lebih hati-hati ketika memaknai kitab supaya tidak melakukan perilaku yang kurang sopan. Jika menggunakan meja juga terlihat lebih rapi dan indah,” jelas Ustazah Maryam Jamilah Ketua Ubudiyah Wilayah.

Potret santri putri Wilayah al-Hasyimiyah tengah mengikuti pengajian kitab pagi di Musala al-Hasyimiyah

Rupanya bukan Wilayah al-Hasyimiyah yang pertama menerapkannya, melainkan Wilayah Az-Zainiyyah sudah lebih dulu memberlakukan peraturan semacam ini.

“Peraturan ini baru pertama kali diterapkan di Dalem Timur (Daltim). Idenya diusulkan oleh kepala wilayah, Ustazah Zahiya Adiba,” imbuhnya.

Menurut Ustazah Maryam, penerapan program ini sangat disokong oleh peraturan pesantren untuk menertibkan dan mendisiplinkan santri selama proses pengajian. Di samping itu, menurutnya ada sedikit permasalahan yang dialami, yaitu terkendala saat pemesanan meja.

Ia pun menegaskan, akan diterapkan takzir (sanksi) edukatif pada santri yang tidak melaksanakan aturan tersebut.

“Karena rencananya peraturan ini akan berjalan hingga seterusnya, mungkin nanti akan ada sanksi, namun bukan dari wilayah melainkan dari daerahnya masing-masing,” pungkasnya.

 

Pewarta: Wahdana Nafisatus Zahra

Editor: Ponirin Mika